BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dewasa ini kita sering mendengar
istilah pembangunan nasional baik dalam mata kuliah atau media. Kita juga
mengetahui bahwa pembangunan tersebut pastilah memerlukan dana yang tidak
sedikit. Dalam bab ini kita akan mempelajari salah satu sumber pemasukan negara
bagi pembangunan, yakni pajak. Secara umum persepsi kita mengenai pajak adalah
wujud dari seorang warga negara untuk memberikan kontribusi dalam membangun
negara dengan mendapat imbalan tidak langsung.
Dalam bab ini kita akan mempelajari sebagian hal
yang berkaitan dengan pajak, mulai dari pengertian, peran, fungsi serta macam-macam dari pajak( pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai serta pajak atas barang mewah)
BAB II
PEMBAHASAN
- PENGERTIAN PAJAK
1.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani :
Pajak adalah
iuran kepada Negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan – peraturan,dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjk dan gunanya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung
dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S. H :
Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.
3.
Menurut UU No. 28 Tahun 2007 :
Pajak adalah
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung.
- PERANAN DAN FUNGSI PAJAK
1.
Peranan Pajak dalam Pembangunan
Pajak sangat
erat hubungannya dalam pembangunan nasional baik disektor public maupun
disektor swasta. Dengan uang pajak, pemerintah dapat melaksanakan pembangunan,
memperlancar roda pemerintahan, menyiapkan lapngan pekerjaan serta meningkatkan
kehidupan ekonomi masyarakat.
2.
Fungsi Pajak
a.
Fungsi Budgetair : pajak merupakan suatu alat untuk
memasukan uang sebanyak – banyaknya ke kas Negara yang pada waktunya nanti akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran Negara.
b.
Fungsi Regulasi : pajak digunakan sebgai alat untuk
mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan
C.
Pajak-pajak
yang dikelola oleh direktorat pajak
1.
Pajak
penghasilan (PPH)
2.
Pajak
Pertambahan nilai
3.
Pajak penjualan
atas barang mewah (PPn-Bm)
4.
Bea materai
5.
Pajak bumi
dan bangunan (PBB)
1.
Pajak penghasilan (PPH)
Pajak
Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah,honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak PPh pasal 21
Subyek PPh
21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh:
1.
Pemberi
kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh pegawai atau
bukan pegawai
2.
Bendahara
pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayara lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
3.
Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan
uang pension dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
4.
Badan yang
membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
5.
Penyelenggara
kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanan suatu kegiatan
Objek Pajak
Penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri,. Penghasilan sebagai objek pajak
PPh diartikan secara luas yaitu “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut ketentuan UU No.7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No.36
Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :
a.
Penggantian
atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini,
b.
Hadiah dari
undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,
c.
Laba usaha,
d.
Keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta,
e.
Penerimaan
kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak,
f.
Bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang,
g.
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen daari asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi,
h.
Royalty atau
imbalan atas penggunaan hak,
i.
Sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
j.
Penerimaan
atau perolehan pembayaran berkala,
k.
Keuntungan
karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah,
l.
Keuntungan
selisih kurs mata uang asing,
m.
Karena
penilaian kembali aktiva,
n.
Premi
asuransi,
o.
Iuran yang
diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
p.
Tambahan
kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak,
q.
Penghasilan
dari usaha berbasis syariah,
r.
Imbalan
bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengtur mengenai ketentuan
umum dan tata cara perpajakan.
Tarif pajak
penghasilan
Jenis
Pembayaran
|
Tarif dan
Cara Perhitungan
|
A. PPh Pasal 21 yang dipotong
tidak Final :
|
|
1. Pegawai
Tetap
|
Penghasilan Kena Pajak dihitung
dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk
iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari
Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP).
Lihat Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 361/KMK.04/1998, untuk melihat besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-172/PJ/1999, untuk melihat besarnya Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun.
|
2. Mantan
Pegawai yang menerima Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi dan Bonus
|
Tarif yang digunakan sama dengan
tarif untuk pegawai tetap dikalikan dengan penghasilan bruto.
|
3.
Pensiunan dan Penerima Pembayaran berkala lainnya
|
a. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan
bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP
b. Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-172/PJ/1999, untuk melihat besarnya Iuran Pensiun.
c. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
d. Tarif yang digunakan sama
dengan tarif untuk pegawai tetap.
|
4. Pegawai
harian / Mingguan
a. upah/uang saku harian adalah upah yang terutang
atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;
b. upah mingguan adalah upah yang terutang atau
dibayarkan secara mingguan;
|
Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah
mingguan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 14.400,00 tetapi
tidak melebihi Rp 144.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak
dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp
144.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah
sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang
bersangkutan dibagi dengan 360.
|
5. Pegawai
Satuan
upah
satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan
yang dihasilkan;
|
Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah satuan yang
jumlahnya melebihi Rp 14.400,00 tetapi tidak melebihi Rp 144.000,00 dalam
satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp
144.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah
sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang
bersangkutan dibagi dengan 360.
|
6. Pegawai
Borongan
upah
borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian
pekerjaan tertentu.
|
Tarif sebesar 10% diterapkan upah borongan yang
jumlahnya melebihi Rp 14.400,00 tetapi tidak melebihi Rp 144.000,00 dalam
satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp
144.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah
sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang
bersangkutan dibagi dengan 360.
|
7. Pegawai
Honorer,Pegawai Tidak Tetap,Magang
|
a. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan
bruto dikurangi dengan PTKP.
b. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
c. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk
pegawai tetap.
|
8.
Penerima Honorarium
|
a. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain
dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya
dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan
jasa atau kegiatan yang diberikan;
b. honorarium yang diterima atau diperoleh anggota
dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai
tetap pada perusahaan yang sama;
c. Tarif yang digunakan sama
dengan tarif untuk pegawai tetap dikalikan dengan penghasilan bruto.
Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-235/PJ/1999,
|
9. Penghasilan yg diterima atau
diperoleh sehubungan dengan kegiatan Multilevel Marketing
|
|
10. Pegawai dengan status
Wajib Pajak Luar Negeri
|
20 % x Jumlah Bruto (pasal
21/26)
|
11. Penerima Imbalan Jasa
(Orang Pribadi)
|
a. Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari
perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang.
b. Perkiraan penghasilan neto
adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan
lain dengan nama apapun.
|
|
|
B. PPh Pasal 21 yang dipotong
Final :
|
Lihat Keputusan Menteri
Keuangan Nomor : 462/KMK.04/1998 mengenai pemotongan pasal 21 yg
bersifat Final.
|
1. Uang tebusan pensiun yang
dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tanaga Kerja ;
|
· Apabila
penghasilan bruto tidak lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah) sebesar 10 % (sepuluh persen) dari Jumlah bruto ;
· Apabila
penghasilan bruto lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)
sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto.
· Dikecualikan
dari pemotongan Pajak Penghasilan apabila penghasilan bruto jumlahnya
Rp. 8.640.000,- (delapan juta enam ratus empat puluh ribu rupiah) atau kurang.
|
2. Uang Pesangon ;
|
|
2. Penerima Hadiah atau
Penghargaan Perlombaan
|
Dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15 % (lima belas
persen) dari jumlah bruto
|
3. Petugas Dinas Luar
Asuransi dan Petugas Penjaja Barang yang menerima komisi
|
Atas komisi yang diterima
diterapkan tarif sebesar 10% dengan syarat petugas tersebut bukan
pegawai tetap.
|
4. Pejabat Negara, Pegawai
Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan Pensiunan yang menerima Honorarium dan
Imbalan lain yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah
|
-
|
Cara
menghitung pajak penghasilan
Berikut ini diberikan ilustrasi format dan contoh menghitung Pajak
Penghasilan (PPh) 21 untuk pegawai dengan berbagai situasi dan kondisi. Meski
sitasi dan kondisi masing-masing wajib pajak berbeda-beda satu dengan yang
lain, namun prinsip menghitung PPh 21 sama.
Contoh 1
Gendruwo pada tahun 20xx bekerja pada perusahaan PT Hantu Jaya dengan memperoleh gaji sebulan Rp2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. Gendruwo menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Gendruwo dari PT Hantu Jaya hanya dari gaji. Tentukan PPh Pasal 21 bulan Januari!
Pembahasan:
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:
Contoh 1
Gendruwo pada tahun 20xx bekerja pada perusahaan PT Hantu Jaya dengan memperoleh gaji sebulan Rp2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. Gendruwo menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Gendruwo dari PT Hantu Jaya hanya dari gaji. Tentukan PPh Pasal 21 bulan Januari!
Pembahasan:
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:
Gaji
|
Rp 2.500.000,00
|
|
Pengurangan:
|
||
1. Biaya Jabatan: 5% X Rp2.500.000,00
|
Rp 125.000,00
|
|
2. luran pensiun
|
Rp 100.000,00 (+)
|
|
Rp 225.000,00 (+)
|
||
Penghasilan neto sebulan
|
Rp 2.275.000,00
|
|
Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp2.275.000,00
|
Rp27.300.000,00
|
|
PTKP setahun
|
||
- untuk WP sendiri
|
Rp 24.300.000,00
|
|
- tambahan karena menikah
|
Rp 2.025.000,00 (+)
|
|
Rp26.325.000,00 (-)
|
||
Penghasilan Kena Pajak setahun
|
Rp 975.000,00
|
PPh Pasal 21 terutang setahun
5% x Rp975.000,00 = Rp 48.750,00
PPh Pasal 21 bulan Januari
Rp48.750,00 : 12 = Rp 4.063,00
Catatan:
- Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
- Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar: 120% x Rp4.063,00= Rp4.875,00.
- Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.
Contoh 2
Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Bagi Pegawai tetap Yang Baru Memiliki NPWP Pada Tahun Berjalan
Narto, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Rap dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp5.500.000,00, dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Narto baru memiliki NPWP pada bulan Juni 20xx dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT Rap untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni. Tentukan PPh 21 !
Pembahasan
Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari- Mei 20xx adalah sebagai berikut:
Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari- Mei 20xx adalah sebagai berikut:
Gaji dan tunjangan sebulan
|
Rp 5.500.000,00
|
|
Pengurangan:
|
||
1. Biaya Jabatan: 5% x Rp5.500.000,00
|
Rp 275.000,00
|
|
2. luran pensiun
|
Rp 200.000,00(+)
|
|
Rp 475.000,00(-)
|
||
Penghasilan neto sebulan
|
Rp 5.025.000,00
|
|
Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp5.025.000,00
|
Rp 60.300.000,00
|
|
PTKP setahun
|
||
- untuk WP sendiri
|
Rp 24.300.000,00(-)
|
|
Penghasilan Kena Pajak setahun
|
Rp 36.000.000,00
|
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun: 5% x Rp36.000.000,00 = Rp1.800.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan Rp1.800.000,00 : 12 = Rp150.000,00
PPh Pasal 21
yang harus dipotong karena tidak ber NPWP: 120% x Rp150.000,00 = Rp180.000,00
yang dipotong dari Januari - Mei 20xx =5 x
Rp180.000,00
|
Rp 900.000,00
|
PPh Pasal 21 terutang apabila ber NPWP 5 x
Rp150.000,00
|
Rp 750.000,00(-)
|
Selisih (20% x 5 x Rp150.000,00)
|
Rp 150.000,00
|
2. Pajak
pertambahan nilai
Pajak pertambahan nilai
adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang kena pajak atau jasa kena
pajak di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak. Pertambahan nilai yang
dimaksud dalam PPN adalah pertambahan nilai yang timbul karena proses
peningkatan fungsi dari nilai guna barang atau peningkatan jasa yang diberikan
konsumen
Subyek Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Objek pajak PPN
Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8
tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah
:
a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha dengan syarat :
1. Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak
2. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor barang kena pajak
c. Penyeraan barang kena pajak yang dilakuka di dalam daerah pabean oleh
pengusaha dalam syarat :
1. Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak
2. Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean
3. Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak brwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean
5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.Objek PPN sesuai dengan
pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha diuah terakhir dengan UU No.
18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi atau badan, baik
yang hasilnya akan digunakan sendiri atau pihak lain.
7. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah
diubah terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh
pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan
cara
menghitung
|
3. Pajak
penjualan atas barang mewah (PPN-BM)
Subyek Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah
PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.
Objek pajak PPn-BM
Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana
telah diubah terakhirdengan UU No. 18
tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah :
1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
penguasaha yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di
dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.
Tariff PPN-BM
a.
Tariff pajak PPN-BM paling rendah 10
% dan paling tinggi 75%
b.
Ekspor atas barang kena pajak yang
tergolong mewah dikenakan pajak 0 %
c.
Dengan peraturan pemerintah
ditetapkan kelomok barang kena pajak
yang tergolong mewah dan dikenakan pajak penjualan atas barang mewah
d.
Jenis barang yang dikenakan pajak
penjualan atas barang mewah atas barang kena pajak yang tergolong mewah
ditetapkan dengan menteri keuangan.
4. Bea
Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan
atas dokumen, seperti surat perjanjian,
akta notaris, serta kwitansi pembayaran,
surat berharga, dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan.
Subyek Bea
Materai adalah
yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain.
Objek Bea
Materai adalah dokumen
Tarif dan
Pengenaan Bea Materai
·
Tarif Bea Materai Rp. 6000 dikenakan atas
dokumen
·
Surat-surat perjanjian ( Surat kuasa dan surat hibah,
surat pernyataan ) dibuat untuk alat pembuktian
·
Akta-akta notaries termasuk salinan
·
Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) termasuk rangkapnya.
·
Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1000.000
·
Surat-surat berharga seperti wesel, promes, aksep yang
lebih Rp, 1000.000
·
Efek dengan
nama dan dalam atas bentuk apa pun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp,
1000.000
·
Dokumen-dokumen
yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
·
Tarif Bea
Materai Rp 3000 dikenakan atas dokumen
·
Surat yang
mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250000 kurang dari Rp.1000.00
·
Surat
berharga seperti wesel , promes , aksep, yang mempunyai harga nominal lebih
dari Rp. 250000 kurang dari Rp.1000.000
·
Efek yang
mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250000 kurang dari Rp.1000.000
·
Cek dan
Bilyert giro dengan harga nominal berapapun
·
Apabila
suatu dokumen (kecuali cek dan bilyert) mempunyai nominal tidak lebih dari Rp
250000 tetapi tidak lebih dari Rp. 250000 maka atas dokumen tersebut tidak
terutang bea materai.
Pengecualian
(tidak dikenakan ) Bea Materai atas :
·
Dokumen yang
berupa, surat penyimpanan barang, konosemen
·
Surat angkutan
penumpang dan barang
·
Bukti untuk
pengiriman dan penerimaan barang
·
Surat
pengiriman barang untuk dijual
·
Segala
bentuk ijazah
·
Tanda terima
gaji
·
Tanda bukti
penermaan uang Negara dari kas Negara
·
Surat Gadai
·
Tanda
pembagian keuntungan atau bunga dari efek dengan nama dan catatan dalam bentuk
apapun
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah
pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan.
PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Subjek
Pajak Bumi dan Bangunan
Subjek pajak yang dikenai pajak
PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan
bangunan serta memperoleh manfaat dari bangunan yang dimilikinya serta
memiliki, menguasai atas suatu bangunan.
Objek
Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB )
Objek Pajak Bumi dan Bangunan (
PBB ) adalah bumi dan atau bangunan. Objek pajak yang dikenai pajak PBB adalah
objek pajak yang berupa hal-hal berikut ini.
Objek yang dikecualikan adalah objek
yang :
1) Bangunan yang digunakan untuk
melayani kepentingan umum seperti tempat ibadah, rumah sakit, gedung sekolah,
dan tempat-tempat umum lainnya yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2) Kuburan, peninggalan
purbakala, dan sejenisnya.
3) Hutan lindung, hutan suaka
alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa
dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
4) Bangunan yang digunakan oleh
perwakilan diplomatik.
5) Bangunan yang digunakan oleh
badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar