Senin, 06 Juli 2015

Perpajakan



BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Dewasa ini kita sering mendengar istilah pembangunan nasional baik dalam mata kuliah atau media. Kita juga mengetahui bahwa pembangunan tersebut pastilah memerlukan dana yang tidak sedikit. Dalam bab ini kita akan mempelajari salah satu sumber pemasukan negara bagi pembangunan, yakni pajak. Secara umum persepsi kita mengenai pajak adalah wujud dari seorang warga negara untuk memberikan kontribusi dalam membangun negara dengan mendapat imbalan tidak langsung.
Dalam bab ini kita akan mempelajari sebagian  hal yang berkaitan dengan pajak, mulai dari pengertian, peran, fungsi serta macam-macam dari pajak( pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai serta pajak atas barang mewah)

BAB II
PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN PAJAK
1.      Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani :
Pajak adalah iuran kepada Negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan,dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjk dan gunanya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2.      Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S. H :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
3.      Menurut UU No. 28 Tahun 2007 :
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.

  1. PERANAN DAN FUNGSI PAJAK
1.      Peranan Pajak dalam Pembangunan
Pajak sangat erat hubungannya dalam pembangunan nasional baik disektor public maupun disektor swasta. Dengan uang pajak, pemerintah dapat melaksanakan pembangunan, memperlancar roda pemerintahan, menyiapkan lapngan pekerjaan serta meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat.
2.      Fungsi Pajak
a.       Fungsi Budgetair : pajak merupakan suatu alat untuk memasukan uang sebanyak – banyaknya ke kas Negara yang pada waktunya nanti akan digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran Negara.
b.      Fungsi Regulasi : pajak digunakan sebgai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan
C.     Pajak-pajak yang dikelola oleh direktorat pajak
1.      Pajak penghasilan (PPH)
2.      Pajak Pertambahan nilai
3.      Pajak penjualan atas barang mewah (PPn-Bm)
4.      Bea materai
5.      Pajak bumi dan bangunan (PBB)

1.      Pajak penghasilan (PPH)
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak PPh pasal 21
Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh:
1.      Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh pegawai atau bukan pegawai
2.      Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayara lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
3.       Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pension dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
4.      Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
5.      Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanan suatu kegiatan
Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri,. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan secara luas yaitu “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut ketentuan UU No.7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No.36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :
a.       Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini,
b.      Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,
c.        Laba usaha,
d.      Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta,
e.       Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak,
f.       Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan   pengembalian utang,
g.       Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen daari asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi,
h.      Royalty atau imbalan atas penggunaan hak,
i.        Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
j.        Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala,
k.      Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah,
l.        Keuntungan selisih kurs mata uang asing,
m.    Karena penilaian kembali aktiva,
n.      Premi asuransi,
o.      Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
p.      Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak,
q.      Penghasilan dari usaha berbasis syariah,
r.        Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengtur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Tarif pajak penghasilan
Jenis Pembayaran
Tarif dan Cara Perhitungan
A. PPh Pasal 21 yang dipotong tidak Final :
 
1.     Pegawai Tetap
Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).  
Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 361/KMK.04/1998, untuk melihat besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-172/PJ/1999, untuk melihat besarnya Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun.  
2.     Mantan Pegawai yang menerima Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi dan Bonus
Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap dikalikan dengan penghasilan bruto.
3.     Pensiunan dan Penerima Pembayaran berkala lainnya
a. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP
b. Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-172/PJ/1999, untuk melihat besarnya  Iuran Pensiun.
c. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
d. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.
4.     Pegawai harian / Mingguan
a. upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;
b. upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;
 
Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 14.400,00 tetapi tidak melebihi Rp 144.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 144.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.
 
5.     Pegawai Satuan
upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang dihasilkan;
Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah satuan yang jumlahnya melebihi Rp 14.400,00 tetapi tidak melebihi Rp 144.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 144.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.
 
6.     Pegawai Borongan
upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu.
Tarif sebesar 10% diterapkan upah borongan yang jumlahnya melebihi Rp 14.400,00 tetapi tidak melebihi Rp 144.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 144.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.
 
7.     Pegawai Honorer,Pegawai Tidak Tetap,Magang
a. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.
b. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
c. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.  
8.     Penerima Honorarium
a. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan;
b. honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
c. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap dikalikan dengan penghasilan bruto.
Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-235/PJ/1999
9. Penghasilan yg diterima atau diperoleh sehubungan dengan kegiatan Multilevel Marketing
  1. Penghasilan kena pajak yaitu penghasilan bruto dikurangi PTKP
  2. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak
  3. Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-235/PJ/1999
10.  Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri
  20 % x Jumlah Bruto (pasal 21/26)
11.  Penerima Imbalan Jasa (Orang Pribadi)
a. Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang.
b. Perkiraan penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun.
 
 
B. PPh Pasal 21 yang dipotong Final :
 Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 462/KMK.04/1998 mengenai pemotongan pasal 21 yg bersifat Final.
1. Uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tanaga Kerja ;
·       Apabila penghasilan bruto tidak lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sebesar 10 % (sepuluh persen) dari Jumlah bruto ;
·       Apabila penghasilan bruto lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto.
·       Dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan apabila penghasilan bruto  jumlahnya Rp. 8.640.000,- (delapan juta enam ratus empat puluh ribu rupiah) atau kurang.
 
2. Uang Pesangon ;
  • Apabila penghasilan bruto tidak lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto ;
  • Apabila penghasilan bruto lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto.
  • Dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan  apabila penghasilan bruto  jumlahnya Rp. 17.280.000,- (tujuh belas juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah).
2. Penerima Hadiah atau Penghargaan Perlombaan
Dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto
3. Petugas Dinas Luar Asuransi dan Petugas Penjaja Barang yang menerima komisi
Atas komisi yang diterima diterapkan tarif sebesar 10%  dengan syarat petugas tersebut bukan pegawai tetap.
4. Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan Pensiunan yang menerima Honorarium dan Imbalan lain yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah
  -

Cara menghitung pajak penghasilan
Berikut ini diberikan ilustrasi format dan contoh menghitung Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk pegawai dengan berbagai situasi dan kondisi. Meski sitasi dan kondisi masing-masing wajib pajak berbeda-beda satu dengan yang lain, namun prinsip menghitung PPh 21 sama.
Contoh 1
Gendruwo pada tahun 20xx bekerja pada perusahaan PT Hantu Jaya dengan memperoleh gaji sebulan Rp2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. Gendruwo menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Gendruwo dari PT Hantu Jaya hanya dari gaji. Tentukan PPh Pasal 21 bulan Januari!

Pembahasan:
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:
Gaji

Rp 2.500.000,00



Pengurangan:


1. Biaya Jabatan: 5% X Rp2.500.000,00
Rp 125.000,00

2. luran pensiun 
Rp 100.000,00 (+)



Rp    225.000,00 (+) 
Penghasilan neto sebulan

Rp 2.275.000,00



Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp2.275.000,00

Rp27.300.000,00



PTKP setahun


- untuk WP sendiri
Rp 24.300.000,00

- tambahan karena menikah
Rp  2.025.000,00 (+)



Rp26.325.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun

Rp     975.000,00


PPh Pasal 21 terutang setahun
5% x Rp975.000,00 = Rp 48.750,00

PPh Pasal 21 bulan Januari
Rp48.750,00 : 12 = Rp 4.063,00
Catatan:
  • Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
  • Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar: 120% x Rp4.063,00= Rp4.875,00.
  • Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.

Contoh 2
Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Bagi Pegawai tetap Yang Baru Memiliki NPWP Pada Tahun Berjalan


Narto, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Rap dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp5.500.000,00, dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Narto baru memiliki NPWP pada bulan Juni 20xx dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT Rap untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni. Tentukan PPh 21 !
Pembahasan
Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari- Mei 20xx adalah sebagai berikut:
Gaji dan tunjangan sebulan 

Rp 5.500.000,00



Pengurangan:


1. Biaya Jabatan: 5% x Rp5.500.000,00
Rp 275.000,00

2. luran pensiun 
Rp 200.000,00(+)



 Rp    475.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan

Rp  5.025.000,00



Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp5.025.000,00

Rp 60.300.000,00



PTKP setahun


- untuk WP sendiri

Rp 24.300.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak setahun

Rp 36.000.000,00


PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun: 5% x Rp36.000.000,00 = Rp1.800.000,00

PPh Pasal 21 atas gaji sebulan Rp1.800.000,00 : 12 = Rp150.000,00

PPh Pasal 21
yang harus dipotong karena tidak ber NPWP: 120% x Rp150.000,00 = Rp180.000,00

yang dipotong dari Januari - Mei 20xx =5 x Rp180.000,00
Rp 900.000,00
PPh Pasal 21 terutang apabila ber NPWP 5 x Rp150.000,00
Rp 750.000,00(-)
Selisih (20% x 5 x Rp150.000,00)
Rp 150.000,00


2.      Pajak pertambahan nilai
Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan  nilai dari barang kena pajak atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak. Pertambahan nilai yang dimaksud dalam PPN adalah pertambahan nilai yang timbul karena proses peningkatan fungsi dari nilai guna barang atau peningkatan jasa yang diberikan konsumen
Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Objek pajak PPN
Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah :
a.      Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha dengan syarat :
1.      Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan   merupakan barang kena pajak
2.      Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
3.      Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau  pekerjaannya.
b.      Impor barang kena pajak
c.       Penyeraan barang kena pajak yang dilakuka di dalam daerah pabean oleh pengusaha dalam syarat :
1.      Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak
2.      Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean
3.      Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4.      Pemanfaatan barang kena pajak tidak brwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
5.      Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6.      Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau pihak lain.
7.      Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah diubah terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan  

cara menghitung


PPN= dasar pengenaan pajak X tariff pajak

 
 



3.      Pajak penjualan atas barang mewah (PPN-BM)
Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.
Objek pajak PPn-BM
Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah  terakhirdengan UU No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah :
1.      Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh penguasaha yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.      Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.
Tariff PPN-BM
a.    Tariff pajak PPN-BM paling rendah 10 % dan paling tinggi 75%
b.   Ekspor atas barang kena pajak yang tergolong mewah dikenakan pajak 0 %
c.    Dengan peraturan pemerintah ditetapkan kelomok barang  kena pajak yang tergolong mewah dan dikenakan pajak penjualan atas barang mewah
d.   Jenis barang yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah atas barang kena pajak yang tergolong mewah ditetapkan dengan menteri keuangan.



4. Bea Meterai
     Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian,
     akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat
     jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
Subyek Bea Materai adalah  yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
Objek Bea Materai adalah dokumen
Tarif dan Pengenaan Bea Materai
·         Tarif  Bea Materai Rp. 6000 dikenakan atas dokumen
·         Surat-surat perjanjian ( Surat kuasa dan surat hibah, surat pernyataan ) dibuat untuk alat pembuktian
·         Akta-akta notaries termasuk salinan
·         Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkapnya.
·         Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1000.000
·         Surat-surat berharga seperti wesel, promes, aksep yang lebih Rp, 1000.000
·         Efek dengan nama dan dalam atas bentuk apa pun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp, 1000.000
·         Dokumen-dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
·         Tarif Bea Materai Rp 3000 dikenakan atas dokumen
·         Surat yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250000 kurang dari Rp.1000.00
·         Surat berharga seperti wesel , promes , aksep, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250000 kurang dari Rp.1000.000
·         Efek yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250000 kurang dari Rp.1000.000
·         Cek dan Bilyert giro dengan harga nominal berapapun
·         Apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyert) mempunyai nominal tidak lebih dari Rp 250000 tetapi tidak lebih dari Rp. 250000 maka atas dokumen tersebut tidak terutang bea materai.
Pengecualian (tidak dikenakan ) Bea Materai atas :
·         Dokumen yang berupa, surat penyimpanan barang, konosemen
·         Surat angkutan penumpang dan barang
·         Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
·         Surat pengiriman barang untuk dijual
·         Segala bentuk ijazah
·         Tanda terima gaji
·         Tanda bukti penermaan uang Negara dari kas Negara
·         Surat Gadai
·         Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek dengan nama dan catatan dalam bentuk apapun
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Subjek pajak yang dikenai pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan bangunan serta memperoleh manfaat dari bangunan yang dimilikinya serta memiliki, menguasai atas suatu bangunan.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB )
Objek Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) adalah bumi dan atau bangunan. Objek pajak yang dikenai pajak PBB adalah objek pajak yang berupa hal-hal berikut ini.
Objek yang dikecualikan adalah objek yang :
1) Bangunan yang digunakan untuk melayani kepentingan umum seperti tempat ibadah, rumah sakit, gedung sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2) Kuburan, peninggalan purbakala, dan sejenisnya.
3) Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
4) Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik.
5) Bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar